Banyaknya anak yang berkeliaran di jalan, yang mengenakan pakaian compang camping, tanpa mengenal bangku sekolah dan pengajaran yang lebih baik daripada anak-anak pada umumnya. Dalam istilah sosiologi, gejala tersebut sering dinamakan dengan deviant behavior atau perilaku yang menyimpang dari tataran masyarakat (Nugroho, 2000). Istilah ini melahirkan pengertian sosiologis bahwa anak jalanan adalah sekelompok anak yang keluyuran di jalan-jalan. Masyarakat menganggap sebagai anak nakal dan perilaku mereka mengganggu ketertiban sosial. Sedang dari pengertian ekonomi, anak jalanan adalah sekelompok anak yang terpaksa mencari nafkah di jalanan karena kondisi ekonomi orangtua miskin.
Anak jalanan dalam pengertian sosiologi ini tidak semuanya seperti itu tetapi bisa dilihat dari kondisi kemiskinan tetapi merupakan akibat dari kondisi keluarga yang tidak cocok bagi perkembangan anak, misalnya anak tersebut lahir dari keluarga broken home, orangtua yang terlalu sibuk sehingga kurang memperhatikan kebutuhan anak, atau karena seringnya pertengkaran kedua orangtuanya, bisa juga orangtua nya bercerai hingga menimbulkan anak tersebut mentalnya pecah, tidak ada kasih sayang yang dirasakan anak. Ketidak kondusifan tersebut memicu anak untuk mencari kehidupan di luar rumah, apa yang tidak ia temukan dalam lingkungan keluarga. Mereka hidup di jalan-jalan dengan melakukan aktifitas yang dipandang negatif oleh kebanyakan masyarakat.
Selain minimnya keuangan dari keluarga, anak juga dijadikan pekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari meskipun mereka masih dikatakan di bawah umur. Dengan usia yang sangat muda, pada umumnya anak-anak jalanan bekerja di sektor informal. Pilihan sektor informal adalah sebuah jawaban atas rendahnya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki anak-anak jalanan tersebut.
Interaksi anak-anak di jalan membuat mereka rentan terhadap perlakuan kekerasan. Tak sedikit anak-anak yang dipekerjaan oleh preman untuk sekedar mencari uang dengan cara menipu atau dijadikan sebagai seorang pengemis. Selain itu, anak-anak jalanan yang dipaksa berjuang untuk mempertahankan hidupnya. Keadaan ini membentuk jiwa anak-anak jalanan menjadi keras dan terkadang timbul kesan jauh dari etika dan norma-norma kehidupan masyarakat. Anak-anak yang hidup di jalan sangat berbeda dengan anak-anak yang hidup dalam asuhan orang tuanya.
Anak-anak di jalan hidup secara bebas. Artinya mereka bebas melakukan apa saja yang mungkin belum patut dilakukan anak-anak seumuran mereka. Umumnya terlihat berpakaian lusuh, kumal, dandanan jauh dari kesan rapi hingga tato menghiasi tubuh mereka. Anak-anak di jalan sebagian besar putus sekolah karena ketiadaan biaya. Akibatnya mereka seakan tidak terdidik. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan sebagian besar kmasyarakat mengasingkan mereka.
Dalam diri anak jalanan pasti ada rasa ingin seperti anak-anak yang lain. Sebenarnya anak jalanan tidak berbeda dengan anak yang lainnya, mereka juga mempunyai potensi dan bakat. Di usia yang masih belia, anak-anak seharusnya mendapatkan kesempatan penuh untuk bermain, bersekolah, dan hidup sebagaimana anak-anak lainnya. Tapi kenyataannya, mereka dipaksa orang tua untuk merasakan getirnya kehidupan. Mereka tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif .
Penghormatan negara atas hak-hak anak jalanan dinilai masih sangat minim, bahkan pada kebijakan-kebijakan tertentu seperti razia-razia yang sarat dengan nuansa kekerasan, negara kerapkali dinilai melakukan pelanggaran terhadap hak-hak anak (jalanan). Proses razia yang dilakukan pemerintah pun terkesan kasar dan melukai anak-anak jalanan baik fisik maupun psikis.
Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam rangka memenuhi hak-hak anak jalanan harus senantiasa ditingkatkan. Hal ini mengingat anak sebagai aset dan generasi penerus bangsa. Salah satunya adalah dengan meningkatkan pelayanan pendidikan bagi anak-anak jalanan. Pendidikan yang dimaksudkan disini adalah pendidikan formal sebagaimana yang dicanangkan pemerintah dalam Gerakan Wajib Belajar 9 tahun dan tentu saja dengan biaya pendidikan gratis atau murah bagi anak-anak jalanan yang memiliki keluarga miskin.
Lalu program apa yang bisa dilakukan pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk memberdayakan anak jalanan, khususnya dalam pemenuhan hak untuk bermain, bersekolah dan berkeasi? Rumah singgah adalah alternatif yang cocok untuk mewujudkan hal tersebut. Rumah singgah didefinisikan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah singgah dijadikan sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat non formal, di mana anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut. Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak jalanan sangat penting. Secara ringkas fungsi rumah singgah antara lain: sebagai tempat perlindungan, tempat rehabilitasi dan akses terhadap pelayanan.
Sebagai tempat perlindungan, rumah singgah berfungsi untuk melindungi anak jalanan dari berbagai bentuk kekerasan dan perilaku penyimpangan seksual ataupun berbagai bentuk kekerasan lainnya yang kerap menimpa anak. Sebagai tempat rehabilitasi, rumah singgah berfungsi untuk mengembalikan dan menanamkan fungsi sosial anak. Sedangkan sebagai akses terhadap pelayanan, rumah singgah berfungsi sebagai tempat persinggahan sementara anak jalanan dan sekaligus akses kepada berbagai pelayanan sosial seperti pendidikan, kesehatan, keterampilan dan lain-lain. Pelatihan keterampilan maupun pendidikan yang diperoleh anak jalanan di rumah singgah sangat membantu anak-anak jalanan untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Artinya, ketika anak-anak tidak lagi di jalanan dan mencoba kehidupan yang wajar, anak-anak jalanan tersebut sudah mempunyai modal berharga.
Walaupun karena keterbatasan mereka, dengan adanya rumah singgah menjadi suatu alternatif untuk mengurangi banyaknya anak-anak yang putus sekolah, rumah singgah ini pula mengajarkan anak-anak jalanan untuk berbuat baik, dan saling berprikemanusiaan. Dengan menghadirkan gur-guru sukarela yang tanpa dibayar mau mengajarkan mereka. Hal seperti ini harus diperhatikan agar Indonesia lebih kaya akan bibit unggul yang baik.
Labels:
Opini
Thanks for reading Rumah Singgah Untuk Anak Jalanan. Please share...!
0 Comment for "Rumah Singgah Untuk Anak Jalanan"